BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Islam telah mengajarkan kepada kita
agar berbakti kepada orang tua, mengingat banyak dan besarnya pengorbanan serta
kebaikan orang tua terhadap anak, yaitu memelihara dan mendidik kita sejak
kecil tanpa perhitungan biaya yang sudah dikeluarkan dan tidak mengharapkan
balasan sedikit pun dari anak, meskipun anak sudah mandiri dan bercukupan
tetapi orang tua tetap memperlihatkan kasih sayangnya, oleh karena itu seorang
anak memiliki macam-macam kewajiban terhadap orang tuanya menempati urutan
kedua setelah Allah Swt, dan kita juga dilarang durhaka kepada orang tua.
A. Perumusan Masalah
1.
Apa arti berbakti kepada orang tua?
2. Hadits yang
menganjurkan untuk berbakti kepada orang tua?
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
berbakti kepada orang tua
2. Untuk
mengetahui hadits-hadits yang menganjurkan untuk berbakti kepada orang tua.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Berbakti Kepada Orang Tua
Birrul walidain
merupakan bagian dalam etika Islam yang menunjukan kepada tindakan berbakti
(berbuat baik) kepada kedua orang tua. Yang mana berbakti kepada orang tua ini
hukumnya fardhu (wajib) ain
bagi setiap Muslim, meskipun seandainya kedua orang tuanya adalah non muslim.
Setiap muslim wajib mentaati setiap perintah dari keduanya selama perintah
tersebut tidak bertentangan dengan perintah Allah.
Al-Walidain maksudnya adalah kedua
orang tua kandung.Al-Birr
maknanya kebaikan baiknya akhlak. Al-Birr
merupakan hak kedua orang tua dan kerabat dekat, lawan dari Al-‘Uquuq
(durhaka), yaitu kejelekan dan menyia-nyiakan hak. Al-Birr adalah mentaati
kedua orang tua didalam semua apa yang mereka perintahkan kepada engkau, selama
tidak bermaksiat kepada Allah, Al-‘Uquuq dan menjauhi mereka dan tidak berbuat
baik kepadanya.[1]
2.
Hadits yang Menganjurkan Untuk Berbakti Kepada Orang
Tua
Kedudukan dan
hak seorang ibu untuk diberikan bakti oleh seorang anak adalah lebih tinggi
tiga berbanding satu dibandingkan hak seorang ayah, padahal hak seorang Ayah
terhadap anaknya sangat besar.
عَنْ اَبِي
هُرَيرَةَ رضي الله عنه قال جَاءَ رَجُلٌ الى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال
يَا رسولَ الله مَنْ اَحَقًّ النّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: اُمُّك قال: ثُمَّ
مَنْ؟ قال: ثُمَّ اُمُّك قال: ثم من؟ قال :ثم امُّك قال: ثم من؟ قال : ثم اَبُوْكَ
(اخرجه البخاري)
Artinya:
dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak
aku pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa?
Rasulullah menjawab: “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”.
Sekali lagi orang itu bertanya: kemudian siapa? Rasulullah menjawab: “
Bapakmu!”(H.R.Bukhari).
Dan Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam juga
mengabarkan pada kita selaku umatnya, bahwa berbuat baik pada kedua orang tua
itu lebih baik dari amalan jihad di jalan -Nya. Sebagaimana dalam kabar yang
shahih yang sampai pada kita. Yaitu sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari
dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « سَأَلْتُ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ «
الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا ». قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ
الْوَالِدَيْنِ ». قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « ثُمَّ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ
اللَّهِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Aku pernah bertanya
kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam amalan apakah yang paling
dicintai oleh Allah ta'ala? Beliau
menjawab: "Sholat tepat pada waktunya". Kemudian amalan apa lagi?
Tanyaku kembali. Beliau menjawab: "Berbuat baik pada kedua orang
tua". Lalu apa lagi? Tambahku lagi. Beliau bersabda: "Berjihad
dijalan Allah". HR Bukhari no: 527. Muslim no: 85.
Dalam kesempatan lain beliau
juga menjelaskan hal yang sama, sebagaimana riwayat yang disebutkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma, beliau
menceritakan:
« جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ
أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ » [أخرجه البخاري و
مسلم]
"Pernah ada seseorang
yang datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam
untuk minta di ijinkan pergi berjihad. Maka Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya: "Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia, jawab orang
tersebut. Nabi bersabda: "Pada kedua orang tuamulah hendaknya kamu
berjihad". HR Bukhari no: 3004. Muslim no: 2549.
Sedangkan dalam redaksi yang
ada dalam riwayat Abu Dawud dijelaskan, Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuam
menceritakan: "Orang itu berkata:
« جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَايِعُهُ قَالَ جِئْتُ لِأُبَايِعَكَ عَلَى الْهِجْرَةِ
وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ قَالَ فَارْجِعْ إِلَيْهِمَا فَأَضْحِكْهُمَا
كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا» [أخرجه أبو داود]
"Aku datang membai'atmu
untuk hijrah dan telah aku tinggalkan kedua orang tuaku menangis". Maka
Nabi bersabda: "Kembalilah kepada kedua orang tuamu, lalu bikinlah dia
senang sebagaimana engkau telah menjadikan keduanya menangis". HR Abu
Dawud no: 2528. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan Abi Dawud
2/480-481 no: 2205.
Jumhur Ulama mengatakan:
"Haram hukumnya berangkat jihad jikalau kedua orang tuanya atau salah
satunya melarang untuk berangkat dengan catatan keduanya muslim, sebab berbakti
pada keduanya hukum wajib 'ain, sedangkan jihad hukum fardhu kifayah, adapun
kalau jihadnya adalah wajib bagi tiap orang maka pada saat itu tidak
membutuhkan ijin keduanya lagi". [2]
Seorang ayah keutamaannya,
seperti disebutkan dalam riwayat Tirmidzi, seperti tengah-tengah pintu surga.
Seperti dalam haditsnya Abu Darda radhiyallahu 'anhu, bawah Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
الْوَالِدُ
أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوْ احْفَظْهُ» [أخرجه الترمذي]
"Seorang ayah ialah tengah-tengah pintu surga, terserah kalau kamu
ingin, sia-siakan pintu tersebut atau kamu merawatnya". HR at-Tirmidzi no:
1900. Beliau berkata hadits shahih.
Bahkan dikabarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa allam akan merugi bagi
siapa saja yang mendapati kedua orang tuanya sampai tua lalu tidak menjadikan
dirinya masuk surga. Seperti dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda:
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: «
رَغِمَ أَنْفُهُ
ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا
ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ » [أخرجه مسلم]
"Sungguh sangat
merugi", dan beliau mengucapkan tiga kali. Maka ditanyakan pada beliau:
'Siapa wahai Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam? Beliau menjawab:
"Orang yang menjumpai kedua orang tuanya atau salah satunya sampai tua
kemudian tidak menjadikan dirinya masuk surga". HR Muslim no: 2551.
Dalam sebuah hadits disebutkan
dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan: "Pada suatu
ketika ada seseorang yang datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam sembari bertanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ
ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ
مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Siapakah manusia yang
paling berhak untuk aku gauli dengan baik? Beliau menjawab: "Ibumu".
Kemudian siapa lagi? Tanya kembali. Beliau menjawab: "Ibumu". Lalu
siapa lagi? Tambah lagi. Beliau menjawab: "Ibumu". Kemudian siapa
lagi? Tanya lagi orang tersebut. Nabi menjawab: "Baru ayahmu". HR
Bukhari no: 5971. Muslim no: 2548.
Diriwayatkan oleh Imam Nasa'i
dan Ibnu Majah sebuah hadits dari Mu'awiyah bin Jahimah radhiyallahu'anhuma.
Beliau mengkisahkan:
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: «
أن جاهمة السلمي جاء إلى
النبي صلى الله عليه
وسلم فقال: يا رسول
الله إني كنت أردت الجهاد معك أبتغي بذلك وجه الله والدار الآخرة . قال: ( ويحك
أحية أمك ) قلت نعم . قال : ( ارجع فبرها
). –في لآخر الحديث: قال :
« ويحك الزم رجلها فثم الجنة» [أخرجه النسائي]
"Jahimah pernah datang kepada
Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya:
"Ya Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sungguh aku ingin sekali
berangkat jihad bersamamu, yang aku ingin mengharap wajah Allah Shubhanahu
wa ta’alla dan surga dengan amalan itu. Beliau bertanya balik: "Celaka kamu,
apakah ibumu masih hidup? Ia, jawabnya. Beliau berkata: "Kembalilah pada
ibu lalu berbakti padanya". Dan disebutkan pada akhir hadits: "Celaka
kamu, penuhilah kakinya (berbakti padanya) maka engkau akan mencium
surga". HR an-Nasa'i no: 3104. Ibnu Majah no: 2781. Dinilai shahih oleh
al-Albani dalam shahih sunan an-Nasa'i 2/651 no: 2908.
Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala di tanya
oleh para sahabatnya, disebutkan dalam shahih Bukhari dan Muslim sebuah hadits
dari Asma binti Abu Bakar radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan:
« قَدِمَتْ عَلَىَّ أُمِّى وَهِىَ مُشْرِكَةٌ فِى عَهْدِ
قُرَيْشٍ إِذْ عَاهَدَهُمْ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدِمَتْ عَلَىَّ أُمِّى وَهْىَ رَاغِبَةٌ
أَفَأَصِلُ أُمِّى قَالَ « نَعَمْ صِلِى أُمَّكِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Ibuku pernah datang
berkunjung kepadaku sedangkan dia seorang yang masih musyrik, pada zamannya
Quraisy. Maka aku datang kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta
pendapatnya. Saya katakan padanya: "Dan ibuku ingin untuk dikunjungi,
apakah boleh aku menyambung hubungan dengannya? Beliau menjawab: "Ia,
sambunglah hubungan bersama ibumu". HR Bukhari no: 2620. Muslim no: 1003.
Seberapa besar upaya, tenaga,
bantuan atau apapun jenisnya dari bentuk kebaikan, tetap saja seorang anak
belum mampu mengembalikan kebaikan kedua orang tua padanya. Hal itu, seperti
yang disinggung dalam sebuah hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: «
لاَ يَجْزِى
وَلَدٌ وَالِدًا إِلاَّ أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوكًا فَيَشْتَرِيَهُ فَيُعْتِقَهُ » [أخرجه مسلم]
"Tidak akan mungkin
seorang anak mampu membalas (kebaikan) orang tuanya sampai sekiranya ia
menjumpai orang tuanya menjadi hamba sahaya lalu ia membeli dan membebaskannya
(baru mencukupinya)". HR Muslim no: 1510.
Cukup sebagai pemecut bagi
kita untuk segera berbakti pada kedua orang tua, kalau fadhilahnya sampai
menjadikan ridho Allah Shubhanahu wa ta’alla berada pada ridho kedua orang
tua. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam
Tirmidzi dari haditsnya Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma, beliau
menceritakan: "Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: «
رضي الرب في رضى
الوالد وسخط الرب في سخط الوالد »
[أخرجه الترمذي]
"Ridho Rabb berada pada
ridho orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan kedua orang
tua". HR at-Tirmidzi no: 1899. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam
silsilah ash-Shahihah 2/44 no: 516.
Durhaka
pada orang tua. Perbuatan yang satu ini,
sangatlah jauh dari ajaran Islam, sebab durhaka pada orang tua yang telah
merawat kita sejak kecil termasuk dosa besar dari dosa-dosa besar yang ada,
karena ia dituntut untuk berbuat baik justru sebaliknya dia sama sekali tidak
menunaikan haknya serta mengingkari kebaikan yang telah diberikan padanya.
Dan cukup hal itu membikin kita ngeri, kalau Nabi
Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam saja menggandeng perbuatan nista ini
dengan perbuatan syirik, ini menunjukan bahwa perilaku itu termasuk dosa yang
paling besar. Lebih jelasnya, perhatikan sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam berikut ini:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ
بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ » [أخرجه البخاري
و مسلم]
"Maukah kalian aku
beritahu diantara dosa besar yang paling besar". Beliau mengulangi tiga
kali. Para sahabat menjawab: "Tentu, wahai Rasulallah Shalallahu ‘alaihi
wa sallam". Beliau melanjutkan: "Menyekutukan Allah dan durhaka pada
kedua orang tuanya". HR Bukhari no: 2654. Muslim no: 87. Dari sahabat Abu
Bakrah radhiyallahu 'anhu.
Lebih mengerikan lagi, kalau dosa durhaka pada orang
tua bisa sebagai penyebab pelakunya masuk ke dalam neraka. Sebagaimana dalam
musnad Imam Ahmad, dimana beliau menyebutkan sebuah hadits dari Ubai bin Malik
radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
مَنْ أَدْرَكَ
وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا ثُمَّ دَخَلَ النَّارَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ
فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ وَأَسْحَقَهُ » [أخرجه أحمد]
"Barangsiapa yang
mendapati kedua orang tuanya, atau salah satunya. Kemudian dia masuk neraka
setelah kematiannya, maka Allah Shubhanahu wa ta’alla akan menjauhkan dari -Nya dan membinasakannya". HR Ahmad 31/373 no:
19027.
Bentuk
berbakti pada kedua orang tua:
Berbuat baik pada kedua orang
tua caranya begitu banyak, bisa dengan berkorban menghadirkan kebaikan, berbuat
baik dalam ucapan, tingkah laku, atau harta.
Contoh berlaku baik dalam
ucapan: Berbicara pada keduanya dengan lemah lembut yang menunjukan
penghormatannya. Sedangkan contoh dalam perilaku seperti turun langsung
membantu pekerjaannya dengan badan sesuai kemampuanmu, atau membantu kebutuhan yang diperlukan oleh keduanya,
meringankan kebutuhan, mentaati keduanya selagi tidak membahayakan agama atau
duniamu. Adapun contoh berlaku baik dengan harta seperti memberi tiap kebutuhan
yang diperlukan tanpa pamrih, tidak mengungkit-ungkit pemberiannya, namun dia
mengorbankan hartanya dan merasa senang jika pemberiannya diterima dan
dimanfaatkan oleh keduanya.
Dalam sebuah hadits, dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: 'Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
إِذَا مَاتَ
الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ» [أخرجه مسلم]
"Jika seorang insan
meninggal dunia maka terputus selurah amalnya melainkan tiga perkara, sedekah
jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak sholeh yang mendo'akannya". HR
Muslim no: 1631.
Bisa juga dengan bersedekah
atas nama keduanya. Sebagaimana hadits yang ada dalam Bukhari dan Muslim dari
Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau menceritakan:
« أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ
تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ:
نَعَمْ » [أخرجه مسلم]
"Pernah ada seseorang
yang berkata pada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam:
'Sesungguhnya ibuku meninggal secara tiba-tiba, dan aku mengira kalau sekiranya
sempat berbicara ia tentu ingin bersedekah, apakah ia bisa memperoleh pahala
jikalau aku bersedekah atasnya? Beliau menjawab: "Ia". HR Muslim no:
1004.
Salah satu cara berbakti
setelah kematian keduanya ialah menyambung hubungan baik bersama teman-temannya
dulu. Diriwayatkan oleh Imam Muslim sebuah kisah dari Abdullah bin Umar
radhiyallahu 'anhuma. Bahwa suatu ketika Abdullah bin Umar bertemu dengan
seorang arab badui ditengah perjalanan safarnya ke Makah. Maka beliau memberi
salam padanya, lalu memberi keledai yang sedang ia tunggangi, imamah yang
sedang dipakai untuk menutupi kepalanya ia lepas lalu diberikan pada orang
tersebut.
Ibnu Dinar -salah seorang yang menemaninya- berkata:
'Maka kami tanya pada beliau: 'Semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi kebaikan padamu. Sesungguhnya mereka hanya
orang arab badui, yang sekiranya kalau diberi sudah merasa cukup walau
sedikit'. Dan Abdullah bin Umar menjawab: "Sesungguhnya ayah orang ini
adalah sahabat dekat Umar bin Khatab, sedangkan aku pernah mendengar langsung dari
Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
إِنَّ أَبَرَّ
الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ» [أخرجه مسلم]
"Sesungguhnya berbakti
pada orang tua yang paling utama ialah menyambung hubungan dengan keturunan
sahabat dekat ayahnya". HR Muslim no: 2552.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Birrul walidain merupakan bagian dalam etika
Islam yang menunjukan kepada tindakan berbakti (berbuat
baik) kepada kedua orang tua
·
Kedudukan dan hak seorang ibu untuk
diberikan bakti oleh seorang anak adalah lebih tinggi tiga berbanding satu
dibandingkan hak seorang ayah, padahal hak seorang Ayah terhadap anaknya sangat
besar.
·
Seberapa besar upaya, tenaga, bantuan atau apapun
jenisnya dari bentuk kebaikan, tetap saja seorang anak belum mampu
mengembalikan kebaikan kedua orang tua padanya.
B.
Saran
Kepada kita semua sebagai anak hendaklah berbakti kepada orang tua.
Sebagaimana hadits yang telah pemakalah tulis dalam bab pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA
-
id.wikipedia.org/wiki/Birrul_Walidain
-
Abdullah
asy-Syaqawi,Bin Syaikh Amin.2013.
Berbakti Pada Kedua Orang Tua.IslamHouse.